Habib
Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah
beliau adalah Habib Alwi. Sedangkan ibu beliau adalah syarifah
Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo.
Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di
kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo.
Sejak
kecil, Habib Anis dididik oleh ayah sendiri, juga bersekolah di
madrasah Ar-Ribathah, yang juga berada di samping sekolahannya. Pada
usia 22 tahun, beliau menikahi Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf,
setahun kemudian lahirlah Habib Ali.
Tepat
pada tahun itu juga, beliau menggantikan peran ayah beliau, Habib Alwi
yang meninggal di Palembang. Habib Ali bin Alwi Al Habsyi adik beliau
menyebut Habib Anis waktu itu seperti “anak muda yang berpakaian tua”.
Habib Anis merintis kemaqamannya sendiri dengan kesabaran dan istiqamah, sehingga besar sampai sekarang. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid simthud-Durar dan
haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada khataman Bukhari
pada bulan sya’ban, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan
sehari-hari beliau mengajar di zawiyah pada tengah hari.
Pada
waktu muda, Habib Anis adalah pedagang batik, dan memiliki kios di
pasar Klewer Solo. Kios tersebut ditunggui Habib Ali adik beliau. Namun
ketika kegiatan di masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan
batik dihentikan. Habib Anis duduk tekun sebagai ulama.
Dari
perkawinan dengan Syarifah Syifa Assagaf, Habib Anis dikaruniai enam
putera yaitu Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib
Hasan, dan Habib AbdiLlah. Semua putera beliau tinggal di sekitar
Gurawan.
Dalam masyarakat Solo, Habib Anis dikenal bergaul lintas sektoral dan lintas agama. Dan beliau netral dalam dunia politik.
Dalam
sehari-hari Habib Anis sangat santun dan berbicara dengan bahasa jawa
halus kepada orang jawa, berbicara bahasa sunda tinggi dengan orang
sunda, berbahasa indonesia baik dengan orang luar jawa dan sunda, serta
berbahasa arab Hadrami kepada sesama Habib.
Penampilan beliau rapi, senyumnya manis menawan, karena beliau memang sumeh (murah senyum) dan memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Beberapa kalangan menyebutnya The smilling Habib.
Habib
Anis sangat menghormati tamu, bahkan tamu tersebut merupakan doping
semangat hidup beliau. Beliau tidak membeda-bedakan apahkah tamu
tersebut berpangakat atau tidak, semua dijamunya dengan layak. Semua
diperlakukan dengan hormat.
Seorang tukang becak (Pak Zen) 83 tahun yang sering mangkal di Masjid Ar-Riyadh mengatakan, Habib Anis itu ulama yang loman
(pemurah, suka memberi). Ibu Nur Aini penjual warung angkringan depan
Masjid Ar-Riyadh menuturkan, “Habib Anis itu bagi saya orangnya sangat
sabar, santun, ucapannya halus. Dan tidak peranah menyakiti hati orang
lain apalagi membuatnya marah”.
Saat
‘Idul Adha Habib Anis membagi-bagikan daging korban secara merata
melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tidak membedakan Muslim atau non
Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya.
Jika
ada tetangga beliau atau handai taulan yang meninggal atau sakit, Habib
Anis tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung atau bersilautrahmi.
Tukang becak yang mangkal di depan Masjid Wiropaten tempat
Habib Anis melaksanakan shalat jum’at selalu mendapatkan uang sedekah
dari beliau. Menjelang hari raya Idul Fitri Habib Anis juga sering
memberikan sarung secara Cuma-Cuma kepada para tetangga, muslim maupun
non muslim. “Beri mereka sarung meskipun saat ini mereka belum masuk
islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk islam.”
Demikian salah satu ucapan Habib Anis yang ditirukan Habib Hasan salah
seorang puteranya.
Meskipun
Habib Anis bin Alwi bin Ali al Habsyi telah meninggalkan kita, namun
kenangan dan penghormatan kepada beliau terus saja mengalir disampaikan
oleh para habib atau para muhibbin. Habib Husein Mulachela
keponakan Habib Anis mengatakan, pada saat meninggalnya Habib Anis dia
dan isterinya tidak mendapatkan tiket pesawat, dan baru keesok harinya
datang ke Solo melalui bandara Adi Sumarmo Yogyakarta. Selama semalam
menunggu, mereka seperti mencium bau minyak wangi Habib Anis di
kamarnya. “Aroma itu saya kenal betul karena Habib Anis membuat minyak
wangi sendiri, sehingga aromanya khas.”
Dalam
salah satu tausiyah, Habib JIndan mengatakan, “Seperti saat ini kkita
sedang mengenang seorang manusia yang sangat dimuliakan, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Kita juga mengenang orang shalih yang telah meningalkan
kita pada tanggal 6 Nopember 2006 yaitu guru kita Habib Anis bin alwi
bin Ali Al-Habsyi.
Ketika
kita hadir pada saat pemakaman Habib Anis, jenazah yang diangkat tampak
seperti pengantin yang sedang diarak ke pelaminannya yang baru. Bagi
Habib Anis, kita melihat semasa hidup berjuang untuk berdakwah di masjid
Ar-Riyadh dan kini setelah meninggal menempati Riyadhul Janah, taman-taman surga. Ketika takziyah pada pemakaman Habib Anis kita seolah-olah mengarak pengantin menuju Riyadhul Jannah,
taman-taman surga Allah. Inilah tempat yang dijanjikan Allah kepada
orang-orang yang beriman, bertaqwa dan shalih. Kita sekarang seperti
para sahabat Habib Ali Al-habsyi, penggubah maulid Simtuh-durar yang
mengatakan bahwa, keteka mereka hidup di dunia, mereka seolah-olah
tidak merasakan hidup di dunia tetapi hidup di surga. Sebab setiap hari
diceritakan tentang akhirat, tentang ketentraman bathin di surga. Dan
mereka baru menyadari baha mereka hidup di dunia yang penuh cobaan.
Kita selama ini hidup bersama Habib Anis, bertemu dalam majlis maulid, berjumpa dalam kesempatan rauhah dan berbagai kesempatan lainnya. Dalam
berbagai kesempatan itu kita mendengar penuturan yang lembut dan
menentramkan, sehingga sepertinya kita di surga. Dan kita merasakan
bahwa kita hidup di dunia yang fana ketika menyaksikan bahwa beliau
meninggal dunia. Namun begitu, kenangan beliau tetap terbayang di mata
kita, kecintaan beliau tetap menyelimuti kita.
Habib
AbduLlah Al-hadad ketika menyaksikan kepergian para guru beliau,
mengatakan, “Kami kehilangan kebaikan para guru kami ketika mereka
meninggal dunia. Segala kegembiraan kami telah lenyap, tempat yang biasa
mereka duduki telah kosong, Allah telah mengambil milik-Nya Kami sedih
dan kami menangis atas kepergian mereka. Ah…andai kematian hanya menimpa
orang-orang yang jahat, dan orang-orang yang baik dibiarkan hidup oleh
Allah. Aku akan tetap menangisi mereka selama aku hidup dan aku rindu
kepada mereka. Aku akan selalu kasmaran untuk menatap wajah mereka. Aku
akan megupayakan hidupku semampukun untuk selalu mengikuti jalan hidup
para guruku, meneladani salafushalihin, menempuh jalan leluhurku.”
Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Jeddah bercerita, “Ayahku
Habib Ahmad bin AbduRrahman berkata kepadaku, ‘ya…Abdulkadir engkau
lihat aku, ketahuilah jangan engkau menyimpang dari jalan orang tuamu’”.
Ketika Habib Ahmad bin AbduRrahman meninggal dunia, Habib AbdulKadir
tetap menempuh jalan orang tuanya dan dia tidak menyipang sedikitpun
jalan yang telah ditempuh oleh Habib Ahmad bin AbduRrahman.
Begitu
juga Almarhum Habib Anis, tidak sedikitpun menyimpang dari yang
ditempuh oleh ayah beliau, Habib Alwi. Hal serupa terjadi pada Habib
Alwi , yang tetap menapaki jalan yang ditempuh oleh ayah beliau Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi Dan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sama
juga menempu jalan orang tua, guru dan teladan beliau hingga sampai Nabi
Muhammad SAW”……
Sedangkan
Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, murid senior sekaligus cucu menantu
Habib Anis mengatakan, maqam tinggi yang dimiliki Habib Anis didapatkan
bukan karena berandai-andai atau duduk – duduk saja. Semua itu beliau
peroleh setelah bertahun-tahun menanamkan cinta kepada Allah SWT, para
shalihin dan kepada kaum muslimin umumnya. Semoga beliau dalam kuburnya
melihat kehadiran kita di majlis ini, bahwa kita sebagai anak didiknya
meneruskan perjuangan dakwahnya. Dalam Al-Qur’an disebutkan, ‘Dan
sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah
Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang’.
Artinya kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih Allah
menanamkan kepada makhluk-makhluk rasa kasih sayang kepadanya, cinta
kepadanya, sebagaimana disabdakan RasuluLlah SAW dalam hadits yang
diriwayatkan imam Bukhari, “Jika Allah mencintai hambanya maka Allah
akan memanggil Jibril, menyampaikan bahwa Allah mencintai si Fulan.
Mulai saat itu Jibril akan mencintai Fulan, sampai kapanpun. Jibril
kemudian memanggil ahli langit untuk menyaksikan bahwa Allah mencintai
Fulan. Maka ia memerintahkan mereka semua utuk eneicintai Fulan. Dengan
begitu para penghuni langit mencintai Fulan. Setelah itu Allah letakkan
di atas bumi ini rasa cinta untuk menerima orang yang dicintai Allah
tersebut, dapat dekat dengan orang itu.” Dan insya Allah Habib Anis termasuk diantara orang-orang tersebut.”
Ada empat
hal yang selalu disampaikan oleh Habib Anis kepada jama’ah yang hadir di
majlis beliau, “Pertama, Kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah
rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada
Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai
akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di
perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun
bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya
bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad
SAW”……. - See more at: http://www.pemudanurulmusthofa.org/2013/08/manaqib-al-habib-anis-bin-alwi-bin-ali.html#sthash.Vgegvg4o.dpufAl-Habib Anis bin Alwi bin Ali Alhabsyi
Tokoh ulama yang khumul lagi wara`, pemuka dan sesepuh habaib yang dihormati, Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi rahimahumullah telah kembali menemui Allah s.w.t. kelmarin 14 Syawwal 1427 H bersamaan 6 November 2006 dalam usia kira-kira 78 tahun. Habib Anis sewaktu hayatnya sentiasa mengabdikan dirinya untuk berdakwah menyebarkan ilmu dan menyeru umat kepada mencintai Junjungan Nabi s.a.w. Beliau menjalankan dakwahnya berdasarkan kepada ilmu dan amal taqwa, dengan menganjurkan dan mengadakan majlis-majlis ta’lim dan juga majlis-majlis mawlid, dalam rangka menumbuhkan mahabbah umat kepada Junjungan Nabi s.a.w. Selain berdakwah keliling kota, sehingga muridnya menjangkau puluhan ribu orang di merata-rata tempat. beliau memusatkan kegiatan dakwah dan ta’limnya di masjid yang didirikan oleh ayahanda beliau, al-Habib Alwi bin ‘Ali al-Habsyi, yang dikenali sebagai Masjid ar-Riyadh, Gurawan, Pasar Kliwon, Solo (Surakarta), Jawa Tengah.Dalam majlis-majlis ilmu yang lebih dikenali sebagai rohah, dibacakan kitab-kitab ulama salafus sholeh terdahulu termasuklah kitab-kitab hadits seperti “Jami`ush Shohih” karya Imam al-Bukhari, bahkan pengajian kitab Imam al-Bukhari dijadikan sebagai wiridan di mana setiap tahun dalam bulan Rajab diadakan Khatmil Bukhari, iaitu khatam pengajian kitab “Jami` ash-Shohih” tersebut. Setiap malam Jumaat pula diadakan majlis mawlid dengan pembacaan kitab mawlid “Simthuth Durar” karya nenda beliau yang mulia al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi. Manakala setiap malam Jumaat Legi diadakan satu majlis taklim dan mawlid dalam skala besar dengan dihadiri ramai masyarakat awam dari pelbagai tempat yang terkenal dengan Pengajian Legian, di mana mawlid diperdengarkan dan tausyiah-tausyiah disampaikan kepada umat. Peringatan mawlid tahunan di bulan Rabi`ul Awwal dan haul Imam Ali al-Habsyi disambut secara besar-besaran yang dihadiri puluhan ribu umat dan dipenuhi berbagai acara ilmu dan amal taqwa. Sesungguhnya majlis para habaib tidak pernah sunyi dari ilmu dan tadzkirah yang membawa umat kepada ingatkan Allah, ingatkan Rasulullah dan ingatkan akhirat, yang disampaikan dengan penuh ramah – tamah dan bukannya marah-marah. Habib Anis terkenal bukan sahaja kerana ilmu dan amalnya, tetapi juga kerana akhlaknya yang tinggi, lemah lembut dan mulia. Air mukanya jernih, wajahnya berseri-seri dan sentiasa kelihatan ceria. Kebanyakan yang menghadiri majlis-majlis beliau adalah kalangan massa yang dhoif, dan kepada mereka-mereka ini Habib Anis memberikan perhatian yang khusus dan istimewa. Kemurahan hatinya kepada golongan ini sukar ditandingi menjadikan beliau dihormati dan disegani ramai. Sungguh tangan beliau sentiasa di atas dengan memberi, tidak sekali-kali beliau jadikan tangannya di bawah meminta-minta. Inilah antara ketinggian akhlak Habib Anis al-Habsyi rhm. Sungguh kemuliaannya bukanlah semata-mata faktor keturunannya yang umpama bintang bergemerlapan, tapi juga kerana ilmunya, taqwanya, waraknya dan akhlaknya yang mencontohi akhlak para leluhurnya terdahulu. Para leluhurnya yang terkenal dengan ketinggian akhlak mereka sehingga telah menawan hati segala rumpun Melayu rantau sini untuk memeluk agama Islam yang mulia.
Sedih dan pilu rasa hati, seorang demi seorang ulama kita kembali ke hadhrat Ilahi. Khuatir kita jika tiada pengganti mereka, yang meneruskan usaha mereka untuk menyeru kepada Allah dan rasulNya. Bermohon kita kepada Allah dengan sebenar-benar dan setulus-tulus permohonan, agar yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Kita sentiasa memerlukan bimbingan berkesinambungan daripada para ulama dan daie yang mukhlisin lagi berakhlak mulia, agar kejahilan dan keruntuhan akhlak tidak berleluasa. Hari ini selesailah permakaman beliau di Kota Solo di kompleks makam Masjid ar-Riyadh di sisi ayahandanya al-Habib Alwi bin Ali al-Habsyi. Kami ucapkan selamat jalan kepada Habib yang dikasihi. Mudah-mudahan musibah ketidaksampaian kami menziarahinya sebelum kewafatannya diberi ganjaran oleh Allah dengan kesudianNya menghimpunkan kami besertanya di syurga penuh keni’matan di samping nendanya yang mulia Junjungan Nabi s.a.w.
Selamat jalan, ya Habibna
Kuharap nanti di sana kita kan bisa kumpul semula
Di tempat lebih santai, lebih nyaman, lebih mulia
Berbanding dunia yang penuh pancaroba
Ya Habibna,
Pemergianmu menyayat hati setiap muhibbin merasa
Pemergianmu dalam suasana kami masih perlukan bapa
Yang nasihatnya menusuk sanubari dan masuk kepala
Tapi tiada siapa dapat menolak ketentuan Yang Maha Esa
Ya Habibna
Musibah ini kami terima dengan redha
Semoga musibah kami atas kehilanganmu diberi pahala
Diberi ganjaran apa yang kami damba
Berkumpul bersamamu di Jannatul Firdaus al-A’la
Bi jiwari an-Nabiyyil Mukhtar al- Musthofa
Ya Habibna,
Pemergianmu kami iringi doa
Agar kasih sayang Allah buatmu sepanjang masa
Dicurahkan persemayamanmu hujan rahmat tiap ketika
Ditinggikan darjat serta diberi sinar cahaya
Kesunyianmu dihilangkan dan kebajikanmu diganda
Bagi kami dan bagimu perlindungan Allah sentiasa
Diselubungi kedamaian penjagaanNya yang sempurna
Selamat jalan, ya Habibna
Damailah dikau di sana
Jangan lupakan kami para muhibbin yang masih di dunia
Doakan agar kami menuruti ajaran nendamu yang mulia
Biar kami mati membawa iman, ketaatan dan kasih cinta
Pada Allah, pada Rasul, pada sholihin, pada agama
Selamat jalan, ya Habibna
Pemergianmu kuiringkan doa:-
Habib
Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah
beliau adalah Habib Alwi. Sedangkan ibu beliau adalah syarifah
Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo.
Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di
kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo.
Sejak
kecil, Habib Anis dididik oleh ayah sendiri, juga bersekolah di
madrasah Ar-Ribathah, yang juga berada di samping sekolahannya. Pada
usia 22 tahun, beliau menikahi Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf,
setahun kemudian lahirlah Habib Ali.
Tepat
pada tahun itu juga, beliau menggantikan peran ayah beliau, Habib Alwi
yang meninggal di Palembang. Habib Ali bin Alwi Al Habsyi adik beliau
menyebut Habib Anis waktu itu seperti “anak muda yang berpakaian tua”.
Habib Anis merintis kemaqamannya sendiri dengan kesabaran dan istiqamah, sehingga besar sampai sekarang. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid simthud-Durar dan
haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada khataman Bukhari
pada bulan sya’ban, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan
sehari-hari beliau mengajar di zawiyah pada tengah hari.
Pada
waktu muda, Habib Anis adalah pedagang batik, dan memiliki kios di
pasar Klewer Solo. Kios tersebut ditunggui Habib Ali adik beliau. Namun
ketika kegiatan di masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan
batik dihentikan. Habib Anis duduk tekun sebagai ulama.
Dari
perkawinan dengan Syarifah Syifa Assagaf, Habib Anis dikaruniai enam
putera yaitu Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib
Hasan, dan Habib AbdiLlah. Semua putera beliau tinggal di sekitar
Gurawan.
Dalam masyarakat Solo, Habib Anis dikenal bergaul lintas sektoral dan lintas agama. Dan beliau netral dalam dunia politik.
Dalam
sehari-hari Habib Anis sangat santun dan berbicara dengan bahasa jawa
halus kepada orang jawa, berbicara bahasa sunda tinggi dengan orang
sunda, berbahasa indonesia baik dengan orang luar jawa dan sunda, serta
berbahasa arab Hadrami kepada sesama Habib.
Penampilan beliau rapi, senyumnya manis menawan, karena beliau memang sumeh (murah senyum) dan memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Beberapa kalangan menyebutnya The smilling Habib.
Habib
Anis sangat menghormati tamu, bahkan tamu tersebut merupakan doping
semangat hidup beliau. Beliau tidak membeda-bedakan apahkah tamu
tersebut berpangakat atau tidak, semua dijamunya dengan layak. Semua
diperlakukan dengan hormat.
Seorang tukang becak (Pak Zen) 83 tahun yang sering mangkal di Masjid Ar-Riyadh mengatakan, Habib Anis itu ulama yang loman
(pemurah, suka memberi). Ibu Nur Aini penjual warung angkringan depan
Masjid Ar-Riyadh menuturkan, “Habib Anis itu bagi saya orangnya sangat
sabar, santun, ucapannya halus. Dan tidak peranah menyakiti hati orang
lain apalagi membuatnya marah”.
Saat
‘Idul Adha Habib Anis membagi-bagikan daging korban secara merata
melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tidak membedakan Muslim atau non
Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya.
Jika
ada tetangga beliau atau handai taulan yang meninggal atau sakit, Habib
Anis tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung atau bersilautrahmi.
Tukang becak yang mangkal di depan Masjid Wiropaten tempat
Habib Anis melaksanakan shalat jum’at selalu mendapatkan uang sedekah
dari beliau. Menjelang hari raya Idul Fitri Habib Anis juga sering
memberikan sarung secara Cuma-Cuma kepada para tetangga, muslim maupun
non muslim. “Beri mereka sarung meskipun saat ini mereka belum masuk
islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk islam.”
Demikian salah satu ucapan Habib Anis yang ditirukan Habib Hasan salah
seorang puteranya.
Meskipun
Habib Anis bin Alwi bin Ali al Habsyi telah meninggalkan kita, namun
kenangan dan penghormatan kepada beliau terus saja mengalir disampaikan
oleh para habib atau para muhibbin. Habib Husein Mulachela
keponakan Habib Anis mengatakan, pada saat meninggalnya Habib Anis dia
dan isterinya tidak mendapatkan tiket pesawat, dan baru keesok harinya
datang ke Solo melalui bandara Adi Sumarmo Yogyakarta. Selama semalam
menunggu, mereka seperti mencium bau minyak wangi Habib Anis di
kamarnya. “Aroma itu saya kenal betul karena Habib Anis membuat minyak
wangi sendiri, sehingga aromanya khas.”
Dalam
salah satu tausiyah, Habib JIndan mengatakan, “Seperti saat ini kkita
sedang mengenang seorang manusia yang sangat dimuliakan, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Kita juga mengenang orang shalih yang telah meningalkan
kita pada tanggal 6 Nopember 2006 yaitu guru kita Habib Anis bin alwi
bin Ali Al-Habsyi.
Ketika
kita hadir pada saat pemakaman Habib Anis, jenazah yang diangkat tampak
seperti pengantin yang sedang diarak ke pelaminannya yang baru. Bagi
Habib Anis, kita melihat semasa hidup berjuang untuk berdakwah di masjid
Ar-Riyadh dan kini setelah meninggal menempati Riyadhul Janah, taman-taman surga. Ketika takziyah pada pemakaman Habib Anis kita seolah-olah mengarak pengantin menuju Riyadhul Jannah,
taman-taman surga Allah. Inilah tempat yang dijanjikan Allah kepada
orang-orang yang beriman, bertaqwa dan shalih. Kita sekarang seperti
para sahabat Habib Ali Al-habsyi, penggubah maulid Simtuh-durar yang
mengatakan bahwa, keteka mereka hidup di dunia, mereka seolah-olah
tidak merasakan hidup di dunia tetapi hidup di surga. Sebab setiap hari
diceritakan tentang akhirat, tentang ketentraman bathin di surga. Dan
mereka baru menyadari baha mereka hidup di dunia yang penuh cobaan.
Kita selama ini hidup bersama Habib Anis, bertemu dalam majlis maulid, berjumpa dalam kesempatan rauhah dan berbagai kesempatan lainnya. Dalam
berbagai kesempatan itu kita mendengar penuturan yang lembut dan
menentramkan, sehingga sepertinya kita di surga. Dan kita merasakan
bahwa kita hidup di dunia yang fana ketika menyaksikan bahwa beliau
meninggal dunia. Namun begitu, kenangan beliau tetap terbayang di mata
kita, kecintaan beliau tetap menyelimuti kita.
Habib
AbduLlah Al-hadad ketika menyaksikan kepergian para guru beliau,
mengatakan, “Kami kehilangan kebaikan para guru kami ketika mereka
meninggal dunia. Segala kegembiraan kami telah lenyap, tempat yang biasa
mereka duduki telah kosong, Allah telah mengambil milik-Nya Kami sedih
dan kami menangis atas kepergian mereka. Ah…andai kematian hanya menimpa
orang-orang yang jahat, dan orang-orang yang baik dibiarkan hidup oleh
Allah. Aku akan tetap menangisi mereka selama aku hidup dan aku rindu
kepada mereka. Aku akan selalu kasmaran untuk menatap wajah mereka. Aku
akan megupayakan hidupku semampukun untuk selalu mengikuti jalan hidup
para guruku, meneladani salafushalihin, menempuh jalan leluhurku.”
Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Jeddah bercerita, “Ayahku
Habib Ahmad bin AbduRrahman berkata kepadaku, ‘ya…Abdulkadir engkau
lihat aku, ketahuilah jangan engkau menyimpang dari jalan orang tuamu’”.
Ketika Habib Ahmad bin AbduRrahman meninggal dunia, Habib AbdulKadir
tetap menempuh jalan orang tuanya dan dia tidak menyipang sedikitpun
jalan yang telah ditempuh oleh Habib Ahmad bin AbduRrahman.
Begitu
juga Almarhum Habib Anis, tidak sedikitpun menyimpang dari yang
ditempuh oleh ayah beliau, Habib Alwi. Hal serupa terjadi pada Habib
Alwi , yang tetap menapaki jalan yang ditempuh oleh ayah beliau Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi Dan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sama
juga menempu jalan orang tua, guru dan teladan beliau hingga sampai Nabi
Muhammad SAW”……
Sedangkan
Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, murid senior sekaligus cucu menantu
Habib Anis mengatakan, maqam tinggi yang dimiliki Habib Anis didapatkan
bukan karena berandai-andai atau duduk – duduk saja. Semua itu beliau
peroleh setelah bertahun-tahun menanamkan cinta kepada Allah SWT, para
shalihin dan kepada kaum muslimin umumnya. Semoga beliau dalam kuburnya
melihat kehadiran kita di majlis ini, bahwa kita sebagai anak didiknya
meneruskan perjuangan dakwahnya. Dalam Al-Qur’an disebutkan, ‘Dan
sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah
Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang’.
Artinya kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih Allah
menanamkan kepada makhluk-makhluk rasa kasih sayang kepadanya, cinta
kepadanya, sebagaimana disabdakan RasuluLlah SAW dalam hadits yang
diriwayatkan imam Bukhari, “Jika Allah mencintai hambanya maka Allah
akan memanggil Jibril, menyampaikan bahwa Allah mencintai si Fulan.
Mulai saat itu Jibril akan mencintai Fulan, sampai kapanpun. Jibril
kemudian memanggil ahli langit untuk menyaksikan bahwa Allah mencintai
Fulan. Maka ia memerintahkan mereka semua utuk eneicintai Fulan. Dengan
begitu para penghuni langit mencintai Fulan. Setelah itu Allah letakkan
di atas bumi ini rasa cinta untuk menerima orang yang dicintai Allah
tersebut, dapat dekat dengan orang itu.” Dan insya Allah Habib Anis termasuk diantara orang-orang tersebut.”
Ada empat
hal yang selalu disampaikan oleh Habib Anis kepada jama’ah yang hadir di
majlis beliau, “Pertama, Kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah
rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada
Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai
akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di
perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun
bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya
bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad
SAW”……. - See more at: http://www.pemudanurulmusthofa.org/2013/08/manaqib-al-habib-anis-bin-alwi-bin-ali.html#sthash.Vgegvg4o.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar